Pada zaman dahulu daerah Nusa Tenggara Barat terdapat beberapa kerajaan kecil di Pulau Lombok dan Kesultanan Sumbawa di Pulau Sumbawa bagian Barat dan Kesultanan Bima di Pulau Sumbawa bagian Timur.
Sebelum Islam menyebar kedaerah ini, penduduk menganut kepercayaan anisme dan dinamisme, dan setelah abad ke 16 Agama Islam masuk dari Jawa Timur dan kira-kira abat ke 17 Bali kala penduduknya menganut Agama Hindu karena terdesak masuknya Agama Islam mendarat di Pantai Barat Pulau Lombok dan diperkirakan pada beberapa dasawarsa membangun kerajaan Hindu, sedangkan di Pulau Sumbawa yang berbeda kesultanannya beragama Islam.
Dari sekelumit uraian tersebut diatas, faktor yang bersifat budaya diantaranya juga mempengaruhi corak hasil tenun terutama yang dibuat oleh perajin pada masa itu sampai sekarang. demikian juga dalam hal seni ornament tenunan terjadi perpaduan gaya dari beberapa pengaruh mancanegara dan pengaruh antar daerah maupun bersifat local menjadi corak ragam hias tenunan yang dimiliki oleh masyarakat daerah Nusa Tenggara Barat.
Seni corak ragam hias yang memiliki nama pada masa itu antara lain berbentuk goemetris , bentuk hewan seperti burung merak, katak, cecak ,kuda, dan lain sebagainya.
Corak Tenunan daerah Nusa Tenggara Barat yang memilikin sangat kaya dengan motif yang indah dan mempunyai ciri khas tersendiri seperti tenunan di Pulau Lombok yang terkenal dengan motif “ Subhanale “Konon seorang penenun saat itu merasa puas dengan hasil tenunannya serta merta mengucapkan kalimah “ Subhanallah “ artinya Maha Suci Allah ( Tuhan Yang Mahaesa ) , akibat dipengaruhi ucapannya dan serta merta mengucapkan kalimah tersebut suatu ungkapan kata yang menggumkan Allah. Sedangkan tenunan di Pulau Sumbawa dengan motif “ Kre Alang “ Kabupaten Dompu ciri khas motif “ PA’A “ dan Kabuapten Bima dengan memiliki ciri khas motif : Nggoli “ sedangkan untuk tenunan ATBM ( Alat Tenun Bukan Mesin ), motif dan corak beragam mengikuti perpaduan geonometris , flora dan fauna yang terdapat didaerah Nusa Tenggara Barat
Teknik Menenun:
Dari corak dan bentuk kain yang dihasilkan oleh perajin tenun didaerah Nusa Tenggara Barat dapat digolongkan tenun pelekat, tenun songket, dan tenun ikat.
Tenun Pelekat, dasar dari teknik tenun pelekat yaitu menyilangkan kedua benang lungsi dan benang pakan disesuaikan dengan pola hias yang dikehendaki. Vareasi bermacam-macam benang diatur menurut banyaknya hiasan yang diperlukan, banyak atau sedikitnya penggunaan warna-warna tertentu. Pada umumnya benang yang akan ditenun sebelumnya sudah dilakukan pencelupan ( berwarna sesuai yang dikehendaki ). Biasanya tenunan teknik ini menghasilkan sarung , menurut istilah Bima kain sarung bermotif kotak-kotak besar disebut tembe lomba, sedangkan dengan corak yang motifnya kotak-kotak kecil disebut Bali mpida. Kain tenunan plekat ini dilihat dari corak tenunan hampir sama atau menyerupai corak tenunan dari Sulawesi Selatan, Bugis. Persamaan ini akibat dari pengeruh kerajaan pada daerah yang menghasilkan tenun corak tersebut. Salah satu ciri kain tenun Sumbawa yaitu kotak-kotak kecil. Kalau membuat dengan korak-kotak besar disebut tambe Goa, yaitu artinya tambe artinya kain sarung, sedangkan Goa maksudnya kerajaan goa di Sulawesi Selatan. Jadi yang dimaksud corak kain sarung yang berasal dari Sulawesi Selatan.
Tenun Songket, Songket adalah suatu teknik atau cara memebrikan hiasan pada kain tenunan. Songket sendiri berasal dari “ Sungkit “ yang artinya mengangkat beberapa helai benang lungsi dengan lidi sehingga terjadi lubang-lubang kemudian dapat dimasukan benang pakan dari benang emas atau perak secara berulang-ulang. Biasanya pola membuat songket dilakukan dengan cara menghitung banyaknya benang lungsi yang akan diangkat.
Pada umumnya songketan merupakan hiasan tambahan sebagai pengisi bidang , baik bagian tengah atau hiasan pinggir dari kain tenunan. Ragam hiasnya dapat berupa ceplok bunga atau unsure flora, fauna bahkan motif hias manusia juga digunakan. Sebagai hiasan pinggir kain tenunan sering dipakai motif hias tumpal dan pucuk rebung , meader, kait dan sebagainya.
Tenunan songket banyak dihasilkan oleh sentra tenun di daerah di daerah Kab. Lombok Tengah, Sumbawa , Bima dan Dompu.
Tenun Ikat , pola hiasan yang dibuat diikat dengan serat tumbuh-tumbuhan atau raffia untuk dapat menghambat pewarna masuk pada warna yang tidak diinginkan. Proses ini dilakukan berulang-ulang menurut keperluan. Pada umumnya proses ini dilakukan pada pertenunan yang lebih cepat pengerjaan bila disbanding dengan tenunan gedogan yang disebut Tenun IKat atau ATBM ( Alat Tenun Bukan Mesin ). Jenis tenunan ini hanya benang pakan atau lungsinya saja yang diikat yang disebut ikat tunggal. Sedangkan jika benang pakan dan lungsinya keduanya diikat disebut ikat berganda. Hasil pertenunan ini digunakan sebagai sarung, bahan pakaian , sepri, gorden dan badcover dan lain-lain
Kain tenunan daerah Nusa Tenggara Barat banyak menggunakan corak flora, fauna, mnusia , bentuk –bentuk geometris dan juga bentuk-bentuk tumpal dan mender. Jika diperhatikan baik dari segi penenunan dan penggunaan warna tenunan memiliki kekhasan sendiri, penerapan motif biasanya disesuaikan dengan fungsinya. Kain tenun yang dibuat khusus untuk tujuan kelengkapan upacara, ragam hias akan berbeda dengan kain tenun yang dibuat untuk menghias diri tujuan semata. Untuk jenis kain tenun yang dibuat untuk kelengkapan upacara biasanya motif dan warna memiliki arti lambang simbolis, karena disini diharapkan tuahnya atau akan mendatangkan kebaikan-kebaikan tersendiri bagi pemakainya.
Berbagai macam motif kain tenun
Motif Subhanalla, Pada mulanya yang dinamakan Motif Subhanalla adalah motif geometris segi enam, didalamnya diberi isian atu dekorasi berbagai bentuk bunga seperti bunga remawa, kenanga, tanjung, warna dasar kain merah atau hitam bergaris-garis goenometris warna kuning. Dan motif Subhanalla banyak ragamnya . Penggunaan biasanya digunakan oleh kaum pria dan wanita untuk pakaian acara pesta atau upacara adat.
Motif Serat Penginang, Dalam bahasa Sasak “ Serat Penginang “ yang berarti tempat menginang ( Makan Sirih ) . bentuk motif corak ini menggambarkan kotak-kotak segi empat dan diberikan hisan motif binatang, tepak dara dan garis silang menyilang dapat digunakan oleh pria dn wanita dalam upacara adat.
Motif Ragi Genep, Ragi adalah ungkapan dalam bahasa Sasak berarti syarat, tata cara “ Genep “ berarti cukup. Makna ungkapan ini ialah orang yang hendak berpergian sebaiknya berpakaian harus memenuhi syarat ( tata cara/norma) yang berlaku di masyarakat dan biasa dipakai sarung dan dapat dipakai sehari-hari baik oleh pria atau wanita. Pria untuk dodot. Wanita sebagai Selendang.
Motif Bintang Empat, Corak kotak-kotak warna merah dan hijau muda atau garis-garis mendatar dengan warna merah dan hitam. Penggambaran bentuk bintang empat menyerupai bunga ceplok. Istilah bintang empat berhubungan dengan arah mata angin yang diambil sebagai inpirasi keluarnya bintang timur pada pagi hari pertanda bahwa fajar segera tiba.
Kain bintang Empat dan Ragi Genep merupakan pasangan kain yang harus dipersiapkan bgi perempuan yang mau menikah untuk dibawa sebagai hadiah sang suami.
Motif Keker, Motif Keker menggambarkan kedamaian dalam memadu kasih bernaun di bawah pohon sebagai motif dasar benang katun dan berkembang menjadi masrized dan benang sutra dan diberikan motif berbahan benang emas atau perak.Penggunaannya untuk pakaian untuk pesta.
Motif Wayang, Ada beberapa bentuk ragam hias Wayang, pada prinsifnya wayang selalu digambarkan berpasang-pasangan diselingi atau diapit oleh paying atau pohon hayat, makna dari corak ini bahwa manusia tidak bisa hidup secara individu sehingga memerlukan bantuan orang lain untuk bermusyawarah dibawah naungan paying agung , pohon hayat adalah lambang kehidupan.
Kain dengan motif ini digunakan untuk pesta atau upacara adat baik laki-laki atau perempuan
Motif Panah, Ragam hias Panah, motif ini melambangkan untuk bercermin sifat jujur seperti anak panah yang jalannya meluncur lurus dengan geometris dasar warna terang dengan dengan motif anak panah.
Kain motif ini biasanya dikenakan pada kaum pria pada acara adat nyongolan
Motif Bintang Romawe, Ragam hias Remwa berupa corak kotak-kotak yang diciptakan dengan menenun lunsi dan pakan yang warnanya berbeda . Didalam kotak-kotak tersebut diberikan hiasan motif kembang remawa mekar, biasanya dipadukan dengan motif kupu-kupu. Kain motif ini biasanya dikenakan para gadis-gadis di Pulau Lombok.
Motif Bulan Berkurung, Ragam hias Bulan Berkurung dirajut dengan geonometris segi enam dengan assesoris bintang berjumlah enam dengan dasar warna yang cerah divareasi motif lambe dan pucuk rebung.
Kain motif ini biasanya dikenakan pada wanita atau pria pada bulan madu sebagai sarung
Motif Bulan Bergantung, Ragam hias Bulan Bergantung dilingkaran matahari dihiasi dengan bintang-bintang dan vareasi dengan kembang dan dibawah diberikan vareasi lambed an pucuk rebung.
Kain motif ini biasanya dikenakan pada wanita atau pria pada acara adat
Motif Nanas, motif ini digunakan sebagai bahan pakaian atau sarung .
Kain motif ini biasanya dikenakan pada kaum pria dan wanita untuk pakaian sehari-hari.
Motif Anteng, Motif Anteng biasa digunakan untuk kain sabuk atau pengikat pinggang kaum wanita yang penggunaannya untuk pakaian sehari-hari atau upacara Nyongkol ( Acara berkunjung mempelai laki-laki keluarga mempelai perempuan ). Motif Anteng coraknya jalur-jalur lurus membujur searah dengan benang lungsinya berwarna kuning, hijau dan lainnya dan kedua ujungnya berumbai.
Motif Brut, Kain Brut pada masa lalu dibuat dari benang pintalan butan tangan ( bahan dari kapas ) yang berstektur agak kasar, biasanya dibuat dengan motif kotak-kotak dan dipakai untuk selimut. Sedangkan kain “ Brut “ Polos tanpa motif biasanya untuk kain kapan orang meninggal sampai saat ini.
Motif Pucuk Rebung, Pucuk rebong dalam bahasa Sasak adalah ujung anak pohon bambu. Jenis kain tersebut mempunyai corak ujung anak pohon bambu, bahan yang digunakan dari benang fibre dengan warna dasar cerah dan beraneka ragam serta corak pucuk bambu berwarna disesuaikan dan warnanya lebih menonjol . Kain tersebut diperuntukan untuk kaum wanita digunakan untuk pakaian upacara adat.
Motif Kre Alang, Kain Kre Alang merupakan tenunan songket Motif Khas daerah Sumbawa, bahan yang digunakan benang katun yang dipadukan dengan benang emas dan perak sebagai motif yang dimodifikasi kembang sebagai corak digunakan pada upacara adat.
Motif Nggoli, Kain Nggoli berupa kain sarung , penggunaan biasanya dipakai unuk pakaian sehari-hari masyarakat bima dan mempunyai ciri khas , selain masyarakat Bima kain Nggoli dipakai untuk sarung juga untuk menutup muka yang biasanya disebut dengn Rimpu (cadar) sebagai upaya mengurangi rasa panas dari terik sinar matahari. Sarung Nggoli mempunyai warna yang cerah-cerah dn dipakai oleh wanita maupun pria
Beberapa motif tenun bima dan dompu.
Berbagai ragam motif lain dari Produk Kabupaten,Bima, Kota Bima dan Kabupaten Dompu sebagai berikut : Motif Kaswari, Renda, Kapikeu, Nggusu Waru, Samo’bo, Garuda Kepala Dua, Pa’a dan masih banyak motif lainnya dan kreasi motif tersebut merupakan motif modifikasi atau perkembangan sesuai permintaan pemesan dari tenunan yang sudah ada . Biasanya motif-motif tersebut digunakan untuk bahan pakaian bagi wanita dan pria.
Sumber: disperindag