Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan daerah kombinasi ekosistem daratan dan perairan yang kaya secara ekonomi dan ekologi. Daratan terdiri dari pegunungan, dataran landai, dan pulau-pulau kecil, sedangkan perairannya luar biasa dengan kombinasi perairan sungai-sungai besar, daerah basah, pesisir dan laut.
Jenis sumber daya alamnya juga beragam: sumber daya hayati dan non-hayati dengan keanekaragaman potensi ekonomi dan ekologi yang tinggi. Namun potensi kerusakan alam jugabesar. Peningkatan intensitas kegiatan ekonomi di daratan akan menyebabkan kerusakan sumber daya alam, sedangkan kerusakan alam di daratan akan merusak perairan: sungai, pesisir, dan laut, berupa degradasi lingkungan karena pencemaran dan sedimentasi. Sementara itu intensitas kegiatan di perairan sendiri juga terus mengancam kerusakan lingkungan perairan.
Kerusakan alam di daratan dan perairan akan berbalik mengancam keberlanjutan pembangunan ekonomi. Sementara itu tantangan pembangunan makin kompleks, terutama sebagai akibat kompetisi ekonomi global, perubahan iklim, dan kependudukan. Untuk itu perlu Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan. Salah satu pendekatan yang dapat dikembangkan adalah Konsep Blue Economy.
Kualitas rumput laut Indonesia termasuk yang terbaik di dunia. Karena itu, Republik Rakyat Cina dan Singapura memborong rumput laut Indonesia dengan total kontrak dagang sebesar US$ 58 juta atau senilai Rp 782,71 miliar. Dunia mengakui kualitas rumput laut Indonesia. Dari total ekspor rumput laut dunia, Indonesia mampu menjadi pemasok utama rumput laut dunia dengan pangsa sebesar 26,50 persen dari total US$ 1,09 miliar permintaan dunia,”. (Nus Nuzulia Ishak, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan).
Untuk produk rumput laut kering, permintaan dunia terutama sangat tinggi. Produk tersebut diolah menjadi bahan baku makanan olahan, makanan hewan peliharaan, bahan makanan tambahan, pengendalian pencemaran, dan bahan kecantikan.Hal ini menjadi tantangan bagi pelaku usaha rumput laut untuk mempertahankan dan lebih meningkatkan kualitas budidaya rumput laut Indonesia. Pelaku usaha juga diminta meningkatkan produksi produk rumput laut yang bernilai tambah.
Sekarang rumput laut sudah jadi roh perekonomian masyarakat Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dusun Gerupuk, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut berada sekitar 60 kilometer arah selatan Kota Mataram, merupakan bagian dari Kabupaten Lombok Tengah.
Terdapat sembilan kelompok nelayan yang bergelut pada budi daya rumput laut jenis Eucheuma cottoni di Teluk Gerupuk. Setiap kelompok memiliki 10-15 orang anggota nelayan. Setiap anggota kelompok nelayan itu memiliki 1-5 area budi daya rumput laut yang dikenal dengan sebutan "long line" atau area budi daya rumput laut yang ditandai dengan bentangan tali dengan ukuran 50 x 50 meter.
Budi daya rumput laut di kawasan Gerupuk tidak mengenal musim, sepanjang tahun bisa dilakukan. Setahun bisa enam kali panen, atau setiap 1,5 bulan waktu budidaya sudah bisa dipanen. Mei hingga Agustus merupakan waktu yang paling tepat untuk budi daya rumput laut. Bulan lainnya juga dibolehkan namun hasilnya kurang memuaskan terkait cuaca.
Setiap "long line" dapat menghasilkan 2,5 ton rumput laut basah, dan jika dikeringkan menghasilkan 375 kilogram, atau setiap satu kwintal (100 kilogram) rumput laut basah yang dikeringkan akan menjadi 15 kilogram rumput laut kering.
Harga jualnya mencapai Rp1.000/kilogram rumput laut basah, dan Rp5.000/kilogram rumput laut kering, sehingga omset yang dapat diraih dari satu "long line" dapat mencapai Rp15 juta.
Satu anggota kelompok ada yang memiliki hingga lima `long line` sehingga bisa menghasilkan cukup banyak uang untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Para nelayan di teluk Gerupuk Desa Sengkol mulai berkeinginan hendak menyekolahkan anak-anak mereka hingga perguruan tinggi, mereka berharap anak-anak mereka tidak seperti orang tuanya yang hanya mampu bersekolah sampai Sekolah Dasar.
Apalagi, mereka juga menekuni aktivitas rutin yakni menangkap ikan di laut, dan usaha budi daya lobster, yang mampu menghasilkan jutaan rupiah setiap bulan.
Para nelayan di Teluk Gerupuk mengakui, usaha budi daya rumput laut di kawasan itu sudah cukup lama, apalagi telah ada instalasi Balai Budi Daya Laut Lombok, salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Jenis rumput laut jenis Eucheuma cottoni yang dikembangkan di Teluk Gerupuk itu awalnya didatangkan dari Maumere, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 2006. Setelah dibekali pengetahuan teknis, para nelayan di sana mulai menggeluti usaha budi daya rumput laut itu. Usaha budi daya rumput laut itu makin menggeliat ketika para nelayan mendapat dukungan paket bantuan pengembangan usaha dari Pemerintah Provinsi NTB, berupa tali untuk "long line", dan peralatan lainnya, serta bibit rumput laut.
Bantuan modal usaha bergulir itu nilainya sekitar Rp10 juta per paket, yang diberikan kepada sedikitnya 20 orang nelayan dari berbagai kelompok usaha budi daya, setiap tahun anggaran sejak 2010. Untuk mengembalikan bantuan modal usaha itu, bisa hanya dalam dua kali panen, sehingga empat kali panen berikutnya merupakan keuntungan bagi nelayan yang menggeluti usaha budi daya rumput laut. Para nelayan di Teluk Gerupuk itu mengaku akan lebih giat lagi berusaha demi peningkatan kesejahteraan keluarga, dan capaian hidup yang lebih baik di masa mendatang.
Pengembangan agribisnis rumput laut merupakan salah satu program unggulan yang dirangkai dengan program Bumi Sejuta Sapi (BSS) dan pengembangan agribisnis jagung, yang dikenal dengan sebutan Pijar (sapi, jagung dan rumput laut).
Program Pijar mulai diimplementasikan pada tahun anggaran 2010, yang terus berlanjut hingga 2012, dan diupayakan akan terus berkelanjutan.
Kegiatan prioritas dalam pengembangan rumput laut antara lain pengembangan kawasan minapolitan meskipun terbatas pada komoditas rumput laut. Berbeda dengan daerah lainnya yang baru mencari kawasan pengembangan minapolitan. Pengembangan masyarakat pesisir berbasis rumput laut merupakan tindak lanjut dari program revitalisasi bidang kelautan dan perikanan. Secara nasional pemerintah telah menetapkan revitalisasi bidang kelautan dan perikanan dan komoditas yang dipilih adalah tuna, udang dan rumput laut. Namun rumput laut merupakan komoditas unggulan yang saat ini lebih banyak diandalkan sebagai komoditas ekspor terbesar di bidang perikanan dan kelautan.
Bahkan, rumput laut produk Indonesia menempati urutan pertama eksportir komoditi perikanan dan kelautan di dunia. Selain minapolitan, Lombok Tengah juga tengah mengembangkan program pengembangan bibit rumput laut berkualitas, bantuan sarana untuk pengembangan rumput laut dan penanganan pascapanen, serta progam pendukung lainnya.
Ada 10 sentra minapolitan masing-masing lima lokasi di Pulau Sumbawa dan Lombok, yakni di Pulau Lombok salah satunya di Teluk Gerupuk dengan potensi kurang lebih 200 hektar, namun belum setengah yang diberdayakan. Minapolitan merupakan kerangka berpikir dalam pengembangan agribisnis berbasis perikanan di suatu daerah. Minapolitan adalah wilayah yang berisi sistem agribisnis berbasis perikanan dengan penggeraknya usaha agribisnis. Keberhasilan pengembangan minapolitan sangat ditentukan ketika memilih pusat-pusat usaha perikanan, lalu diciptakan sistem agribisnis di dalamnya sehingga bisnisnya akan berkembang.
Salah satu produk agribisnis dari minapolitan di Pulau Lombok adalah dodol rumput laut. Dodol rumput laut adalah ikon makanan oleh-oleh dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tekstur dodol kenyal, agak liat di gigi, dan terasa asam manis di lidah. Rasanya bermacam-macam buah dan sayur. Seperti rasa sirsak, semangka, nangka, labu siam, tomat, dan lain-lain. Akan terasa kecut jika kita mencoba rasa sirsak layaknya rasa buah sirsak. Terasa manis apabila yang dicoba rasa nangka. Bahan bakunya dari tepung rumput laut yang dicampur gula dan buah-buahan yang masih segar. Makanan ini mengandung serat dan karbohidrat yang cocok untuk makanan pencuci mulut setelah makan siang.
Kemasannya bermacam-macam mulai dari keranjang bambu, toples mika, dan kotak kertas. Harga dodol dalam kotak kertas mulai Rp 10.000 sampai Rp 15.000 per dus dengan berat sekitar 200 gram. Yang paling unik kemasan dari bahan anyaman bambu yang sudah diatur dalam kemasan beraneka rasa. Sangat cocok untuk oleh-oleh di kantor karena kemasannya unik dan harga per paket antara Rp 75.000 sampai Rp 150.000. Dodol rumput laut ini terbuat dari tepung rumput laut, gula dan essen Kandungan gizi per 100 gramnya adalah : Karbohidrat- 65,93gr, lemak - 0,24gr, Protein--0,15gr, Serat---0,29gr, Vitamin C--5,97mg.
Bahan baku untuk membuat dodol rumput laut, adalah rumput laut jenis Eucheuma cottoni, yang tengah dibudidaya di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah. dikarenakan kandungan kappa karagenan-nya. Kappa karagenan mempunyai amilopektin yang lebih besar dibanding Eucheuma spinosum. Eucheuma cottoni mempunyai daya ikat yang lebih kuat. Sehingga rumput laut jenis ini sangat cocok untuk pembuatan dodol Rumput laut.
Kandungan karbohidrat pada rumput laut lah yang memberikan efek lebih yaitu sebagai penstabil berat badan untuk tetap di angka ideal, dus efek bonus lainnya yaitu tubuh nan ramping padat. Meski kandungan karbohidratnya sebagian besar berupa senyawa gumi yaitu polimer polisakarida yang dikenal juga sebagai dietary fiber cukup sulit diserap pencernaan manusia, efek rasa kenyang dari kandungan ini yang mencegah kita mengkonsumsi makanan lain untuk waktu yang cukup lama. Konsistensi pola makan ini dalam jangka panjang tentunya membuat kita terbiasa untuk tidak makan berlebih, yang akhirnya menstabilkan berat badan pada kondisi ideal.
Beberapa kandungan nutrisi lain rumput laut yang juga bermanfaat bagi tubuh: Vitamin K, Kalsium, Zat Besi, Asam Lemak Omega 3 dan yodium. Jenis-jenis nutrisi ini lebih jauh lagi bisa mencegah pengeroposan tulang, pencegahan kanker, mengurangi gejala penyakit hipertensi dan menegaskan lagi ulasan di paragraf sebelumnya, menjaga tubuh awet langsing namun ideal.
Selama ini sebagian besar produksi rumput laut Provinsi NTB dipasarkan dalam bentuk rumput laut kering untuk diperdagangkan antar provinsi ke Bali, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan ke Jakarta untuk selanjutnya di ekspor ke manca negara seperti China, Hongkong, Philippina, Jepang dan Eropa. Hanya sebagian kecil yang telah diolah menjadi olahan seperti manisan, dodol, jelly, sirup, snack, mie dan selai. Kedepannya di Provinsi NTB khususnya Pulau Lombok diharapkan mampu mengolah rumput laut menjadi produk olahan Alkaline Treated Carrageenan (ATC), Semi Refine Carrageenan (SRC) dan Refine Carrageenan (RC).
Semakin mendunianya beberapa makanan khas Indonesia seperti Gudeg Jogja, Rendang dari Padang, bukan tak mungkin disusul pula oleh makanan olahan rumput laut dari Pulau Lombok ini yaitu Dodol Rumput Laut.
Dodol rumput laut khas Pulau Lombok diharapkan mampu menjadi ikon oleh-oleh khas Pulau Lombok karena merupakan salah satu bentuk usaha dan investasi model Blue Economy yang merupakan salah satu pengembangan wilayah Kawasan Teluk Dan Pesisir --Model Pengelolaan Teluk, Pesisir Dan Daratan Terintegrasi (Blue Economy Zone).
Produk agribisnis dodol rumput laut merupakan salah satu inovasi dan kreaktivitas yang dapat memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat namun tidak merusak lingkungan karena tidak ada sisa limbah dari satu proses menjadi bahan baku dari proses produksi yang lain. Hal ini sangat sesuai dengan prinsip-prinsip dan elemen Blue Economy.
Inovasi Bisnis Dodol Rumput Laut : Pertumbuhan Ekonomi Naik, Pendapatan Dan Kesejahteraan Masyarakat Meningkat, Namun Laut Dan Langit Tetap Biru.
Sumber: novikhairi
Foto: halimah