Kamis, 22 Desember 2016

Wisata Kuliner di Kota Mataram


Cita Rasa Khas Ayam Taliwang

Mengunjungi dan menikmati sebuah kota untuk berlibur tidak sah rasanya jika tidak menikmati pula makanan khas yang ada di kota tersebut. Dikota mataram, salah satu makanan khas yangn paling terkenal dari ayam taliwang. Ayam taliwang adalah masakan yang terbuat dari ayam kampung muda pilihan yang berasal dari kampung karang taliwang, kelurahan cakra utara, kecamatan cakranengnara, kota mataram. Namun seiring berjalannya waktu masakan khas ayam taliwang ini kini bias dijumpai diluar kampong asalnya. Warung-warung atau rumah makan bahkan restoran berkelas saat ini telah banyak menyajikan makanan khas ini mudah kita temui merata di kota mataram.

Tidak bisa dipungkiri lagi, ayam taliwang sekarang telah menjadi makanan khas nusantara yang banyak dicari oleh para wisatawan yang berkunjung ke nusa tenggara barat (NTB) khususnya dikota mataram. Bahkan, masakan khas pulau Lombok ini telah merambah kota-kota besar diseluruh Indonesia. Rasanya yang unik dan lezat menjadikan masakan ini sebagai peluang bisnis untuk mendirikan rumah makan dikota-kota besar tersebut. Namun tidak ada yang lebih indah dan memuaskan jika kita menikmati masakan ayam taliwang langsung dikota asalnya.

Yang membuat unk dai masakan khas Lombok yang saat ini adalah ayamnya. Ayam yang digunakan adalah ayam kampong yang masih muda, berusia sekitar 3-4 bulan dan disajikan pereokor. Sajiannyapun memiliki rasa yang beragam denan proses penyajian yang berbeda pula. Ada yang digoreng lalu dibakar, ada juga yang direbus lalu dibakar, serta ada juga yang digoreng bkar yaitu digoreng lalu dibakar secara bersamaan. Setelah itu, ayam akan dibaluri bumbu-bumbu khas ayam talliwang yang tentu saja menggoda selera kita untuk segera menyantapnya.

Dalam penyajian ayam taliwang juga disertai dengan beberapa masakan pelengkap yang juga menjadi masakan khas pulau Lombok seperti plecing kangkung yang terkenal renyahnya, sambal beberuk yang berisikan irisan kecil kacang panjang, cabe rawit khas Lombok, terong bulat dan irisan lembut tomat. Biasanya, sambal yang disajikan ada dua macam jeisnya. Yang pertama adalah sambal plecing dan yang kedua adalah sambal beberuk. Kedua sambal inilah yang menambah selera makan kita, terutama dengan aroma perasan jeruk nipis yang benar-benar memanjakan lidah kita khususnya bagi pencita kuliner.

Akses dan akomodasi

Untuk mengakses wisata kuliner dan menikmati sajian ayam taliwang sangatlah mudah. Warung, rumah makan ataupun restoran akan sangat mudah anda jumpai merata di kota mataram. Masing-masing tempat menyajikan rasa yang berada dengan nuansa yang berbeda pula. Mulai dari nuansa kota hingga nuansa alami perdesaan.

Bagi anda yang kebetulan ada di tengah kota mataram, anda tinggal menusuri ruas-ruas jalan yang nantinya akan anda temui rumah makan yang menyajikan masakan ayam taliwang. Namun bila anda ingin menikmati lezatnya ayam taliwang dengan nuansa alami perdesaan, anda bis a juga menyisir pinggir kota mataram.

Pada pinggir kota mataram, banyak lesehan atau rumah makan yang menyajikan maakan ini dengan nuansa alami, anda bias menikmatinya sambal menikmati hijaunya hamparan persawahan, memberi makan ikan-ikan yang ada dikolam dan tentu saja sangat jauh dari bisnisnya hiru pikuk perkotaan.

Anda juga bisa mengakses informasi dari dinas pariwisata kota mataram tentang informasi terkait makanan ayam taliwang ini, mulai dari lokasi rumah makan hingga informasi tentang sejarah masakan ini. Namun bagi anda yang berkunjung menggunakan agar travel, pihak travel dengan senantiasa akan memandu anda untuk berburu kuliner yang sudah jadi khas turun temurun ini. Selamat menikmati. (Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Mataram, Buku Ayo ke Mataram).

Sumber: mataramkota
Foto: kakimusakit

Lombok Tengah Dukung Program INOVASI Pendidikan


Wakil Bupati Lombok Tengah Lalu Pathul Bahri menyambut baik program Inovasi dan akan mendukung penuh dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dasar di daerahnya.
Sebab, program Inovasi sejalan dengan misi pemerintahannya, yakni meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat Lombok Tengah dengan mengepankan keadilan dan keseteraan.

"Mudahan program Inovasi ini menjadi harapan baru untuk percepatan pembangunan pendidikan di Lombok Tengah," kata Wakil Bupati saat acara pembukaan "roadshow" program Inovasi di Kabupaten Lombok Tengah, oleh tim dari Inovasi untuk pendidikan NTB, Senin (25/7/2016).

Kegiatan sosialisasi program Inovasi di enam kabupaten/kota dilakukan Kemendikbud bersama Pemerintah Provinsi NTB bekerja sama dengan Pemerintah Australia yang mendanai program tersebut.

Australia mengucurkan dana sebesar 49 juta dolar Australia, untuk membiayai program tersebut di NTB, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Papua, selama empat tahun.

Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengajak pemerintah kabupaten di Nusa Tenggara Barat (NTB) mendukung program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (Inovasi) yang bertujuan meningkatkan mutu pembelajaran siswa pada jenjang pendidikan dasar.

"Pemerintah kabupaten di NTB, termasuk Lombok Tengah, perlu menyambut baik program Inovasi untuk pendidikan ini," kata Kepala Sub Direktorat pada Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Suprananto, di Lombok Tengah.

Ajakan tersebut disampaikan pada saat acara pembukaan "roadshow" program Inovasi di Kabupaten Lombok Tengah, oleh tim dari Inovasi untuk pendidikan NTB, yang dihadiri Wakil Bupati Lombok Tengah Pathul Bahri.

Kabupaten Lombok Tengah merupakan salah satu dari enam kabupaten di NTB, yang menjadi lokasi sosialisasi program Inovasi, selain Kabupaten Lombok Utara, Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu dan Bima.

Suprananto mengatakan, program Inovasi diharapkan bisa menjadi salah satu cara mempercepat perbaikan mutu pendidikan, khususnya di NTB.

Inovasi merupakan program pendidikan yang fokus pada peningkatan mutu pembelajaran siswa pada jenjang pendidikan dasar, khususnya peningkatan mutu membaca dan berhitung terhadap anak usia 7-15 tahun.

Program Inovasi akan bekerja sama dengan guru, orang tua, kepala sekolah, pemerintah kabupaten dan pemangku kepentingan lain dalam mengujicobakan melalui tindakan kelas, peningkatan kapasitas guru dalam melakukan penilaian dalam kelas.

Selain itu, memberi umpan balik kepada siswa, serta peningkatan sistem pelaporan dan siklus umpan balik ke seluruh pemangku kepentingan, termasuk orang tua, terkait dengan pembelajaran siswa dan kinerja.

"Tidak mudah memang untuk membuat suatu percepatan karena masalah mutu pendidikan cukup kompleks," ucap Suprananto.

Sumber: lombokita

Masalah Gizi di NTB


Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan adanya persaingan pada berbagai aspek diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas agar mampu bersaing dengan negara lain. Di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004 disebutkan bahwa arah kebijakan pembangunan kesehatan antara lain adalah untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat serta meningkatkan dan memelihara mutu lembaga pelayanan non kesehatan melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan.

Masalah kesehatan yang terkait gizi di Indonesia semakin kompleks dalam beberapa dekade mendatang karena Indonesia masih memerlukan waktu panjang untuk mengatasi kemiskinan yang erat kaitannya dengan kekurangan gizi (undernutrition). Sampai saat ini Indonesia masih menghadapi masalah gizi kurang seperti Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB) dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Di sisi lain, prevalensi gizi lebih (overnutrition) dengan segala implikasinya pada kesehatan dari waktu ke waktu cenderung meningkat seiring dengan derasnya arus global yang mempengaruhi budaya dan pola makan masyarakat Indonesia.

Munculnya kasus gizi buruk NTB dan beberapa daerah lain di Indonesia pada pertengahan tahun 2005 lalu sangat menggemparkan segenap elemen masyarakat ,meskipun hal tersebut bukan merupakan hal baru di Indonesia. Gizi buruk ini merupakan bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun serta tingginya kejadian infeksi. Semua masalah gizi tersebut berpengaruh terhadap pembentukan kualitas sumber daya manusia sebagai aset penting dalam pembangunan.

Masalah gizi klinis sebagai masalah gizi yang ditinjau secara individual mengenai apa yang terjadi dalam tubuh seseorang dan memerlukan penanganan secara individual juga semakin beragam dan kompleks. Adanya kecenderungan peningkatan kasus penyakit yang terkait gizi pada semua kelompok rentan dari ibu hamil bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa dan usia lanjut menunjukkan semakin dirasakan perlunya penanganan secara khusus. Semua ini memerlukan pelayanan gizi yang bermutu yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan status gizi yang optimal sehingga tidak terjadi kurang gizi serta untuk menunjang mempercepat penyembuhan.

Resiko kurang gizi akan muncul secara klinis pada orang sakit terutama pada penderita anoreksia, kondisi mulut gigi geligi buruk serta kesulitan menelan, penyakit saluran cerna, infeksi berat dan pasien yang menjalani kemoterapi. Hasil penelitian Sunita Almatsier yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Jakarta tahun 1991 menunjukkan 20% – 60% pasien menderita kurang gizi saat di rumah sakit. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit. Sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Oleh karena itu pelayanan gizi yang bermutu yang diaplikasikan melalui terapi gizi medis yang tepat berdasarkan keadaan klinis pasien, status gizi dan status metabolisme tubuh pasien mutlak diperlukan.

Terapi gizi medis merupakan integrasi antara ilmu gizi, medis dan ilmu perilaku yang memungkinkan tenaga kesehatan membuat perubahan yang bermakna pada kehidupan pasien. Terapi gizi medis menekankan pentingnya pengkajian pasien secara mendalam dan komprehensif sehingga intervensi gizi dapat dilakukan secara individual dan tepat, di mana pelaksanaannya harus holistik dan dinamis mengikuti perkembangan klinis pasien serta diperlukan kerja sama yang baik antara dokter, dietisien, perawat dan petugas lain yang terkait sejalan dengan pelaksanaan penanggulangan gizi buruk.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya untuk meningkatkan status gizi masyarakat dan penanggulangan masalah gizi baik gizi masyarakat maupun gizi klinik (individu) makin mendapat prioritas dalam strategi Pembangunan Nasional, sehingga pemecahan masalah gizi ditempatkan sebagai ujung tombak paradigma sehat untuk mencapai Indonesia Sehat 2010. Dengan demikian, untuk dapat mengatasi masalah gizi yang kompleks tersebut dengan sumber daya dan dana terbatas diperlukan pengetahuan dan keterampilan manajemen pelayanan gizi yang memadai. Di samping itu usaha-usaha promotif dan edukatif dengan melibatkan partisipasi masyarakat luas juga harus menjadi bagian terpadu dari penanganan masalah gizi di NTB.

Untuk mewujudkan itu, maka harus ada ketersediaan tenaga kesehatan khususnya tenaga gizi (Dietisien) Puskesmas Perawatan yang mandiri dan profesional serta mampu mengedepankan pelayanan terbaik mutlak diperlukan mengingat pentingnya peranan gizi dalam mempercepat proses penyembuhan pasien. Tenaga gizi di NTB saat ini, khususnya dengan latar belakang Diploma maupun Sarjana Gizi secara kuantitas dan kualitas masih kurang sehingga kompetensi tenaga yang ada, kurang sesuai dengan lingkup permasalahan ataupun program yang berkembang.

Sehubungan dengan tuntutan profesionalisme ahli gizi dalam pengembangan pergizian di NTB terutama dalam peranannnya sebagai pengelola dan pelaksana asuhan gizi, pelayanan gizi masyarakat dan sebagai pelaku praktek kegizian serta mengingat makin kompleknya permasalahan gizi klinik di masyarakat dan puskesmas, maka peningkatan pendidikan bagi tenaga gizi relevan dengan kebutuhan tersebut. Keberadaan tenaga gizi tersebut diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutan ketenagaan di Nusa Tenggara Barat sebagai salah satu provinsi dengan kasus-kasus gizi yang cukup banyak. Di samping itu tujuan dengan adanya peningkatan tenaga tersebut diharapkan mampu meningkatkan pula wawasan pengetahuan dan ketrampilan bagi tenaga gizi yang lain sehingga pada akhirnya dapat berkiprah secara maksimal dan profesional dalam pembangunan khususnya dalam upaya penanggulangan masalah gizi dan kesehatan di NTB.

Penulis: Susilo Wirawan, SKM/Anggota Persagi Prop. NTB)
Sumber: persagintb

Rabu, 14 Desember 2016

Patani Rumput Laut Menunggu Investor


Meski tercatat sebagai produsen rumput laut, Indonesia masih banyak mengimpor produk olahan rumput laut karena sebagian besar ekspornya berupa bahan baku.

Andai saja investor pengolahan mau terjun ke Nusa Tenggara Barat, mereka tak akan kekurangan bahan baku.
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terbilang penghasil komoditas perikanan cukup besar untuk Kawasan Timur Indonesia.  Sekitar 70% produksi ikannya berasal dari tangkapan, sisanya  hasil budidaya.  Kini porsi produksi ikan dari penangkapan menurun dibandingkan dari hasil budidaya.  Salah satu komoditas budidaya yang cukup menonjol adalah rumput laut.  Hingga tahun silam, produksi rumput laut NTB mencapai 31.162,8 ton senilai Rp19-miliar lebih. Produksi sebanyak ini berasal dari areal seluas 6.390,3 ha dan melibatkan 2.916 orang pembudidaya. Masih ada sekitar 15.000 ha lagi perairan yang potensial untuk budidaya rumput laut belum tergarap.

Wilayah pengembangan rumput laut saat ini tersebar di sepanjang perairan pantai dan teluk-teluk di seluruh kabupaten se-NTB.  Sentra produksinya terdapat di Teluk Gerupuk yang termasuk Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kab. Lombok Tengah dengan volume 14.416 ton.  Sentra lainnya di kawasan Teluk Ekas, Kab. Lombok Timur dengan produksi sebanyak 2.151 ton.  Daerah pengembangan lainnya ada di Pengantap (Kab. Lombok Barat), Pulau Medang, Pulau panjang, Lab. Teratak, Lab. Sanggar dan Lab. Bontong (Kab. Sumbawa), Kwangko (Kab. Dompu) dan Teluk Waworada (Kab. Bima).

Pemanfaatan areal di kedua wilayah sentra produksi tersebut terbilang relatif masih rendah sehingga perlu dipacu dan didukung pemerintah maupun swasta. Swasta dapat berperan menjadi lokomotif dalam pengembangan rumput laut.  Dari sisi investasi, kedua lokasi itu cukup mudah dijangkau karena hanya berjarak 1,5 jam perjalanan darat dari ibukota provinsi, Mataram. Prasarana jalan menuju lokasi pun memadai berupa hotmix dan jalan beraspal.  Demikian pula sarana angkutan umum berupa angkutan pedesaan pun menjangkau wilayah itu. Sungguh sayang bila potensi tersebut ditelantarkan.

Kondisi Budidaya
Rumput laut yang dikembangkan di NTB umumnya dari jenis Eucheuma spinosum, E. cottonii, dan Gracillaria sp. Mereka menerapkan beberapa metode budidaya di antaranya metode dasar (diikat pada substrat), metode lepas dasar (patok), metode rakit apung, dan metode tali panjang (long line). Metode dasar dan lepas dasar berkembang di Lombok Barat dan Lombok Tengah. Metode rakit apung disukai di Lombok Timur, sedangkan metode tali panjang banyak ditemukan di Sumbawa.

Bibit rumput laut berasal dari stok alam dan hasil budidaya. Bibit unggul rumput laut merupakan hasil seleksi talus dari beberapa lokasi. Selama ini ada kendala pasokan bibit siap tanam. Tatkala  musim optimal bertanam mulai berjalan, petani harus menghabiskan waktu untuk menyiapkan bibit sehingga waktu berproduksi terampas paling tidak dua bulan. Syukurlah kendala ini mulai teratasi dengan penyediaan bibit awal oleh unit pelaksana teknis (UPT) setempat yaitu Loka Budidaya Laut Lombok Stasiun Gerupuk yang telah ditetapkan sebagai Seaweeds Central. Demikian pula upaya identifikasi lokasi yang benar-benar potensial telah dilakukan untuk mencapai produksi optimal.

Saat ini bisnis rumput laut di NTB baru sampai produksi bahan baku untuk ekspor. Industri pengolahan yang memproduksi karaginan misalnya, belum ada.  Kalau pun ada, baru sebatas memproduksi bahan setengah jadi untuk karaginan dan tepung rumput laut. Produk olahan rumput laut berupa dodol, manisan, dan jeli sudah dapat dihasilkan  pemilik merk Phoenix Mas di kota Mataram. Padahal produk olahan lain dari rumput laut amat beragam dan menjanjikan peluang yang besar, hingga sekarang belum ada investor yang menggarap lahan usaha ini di provinsi tersebut.

Mutu Masih Jadi Masalah
Salah satu permasalahan dalam bisnis rumput laut di sana adalah umur panen dan mutu. Petani umumnya memanen rumput laut sebelum mencapai 45 hari masa pemeliharaan. Mereka rata-rata menghasilkan rumput laut dengan mutu rendah. Kadar airnya 40—50% dan kadar kotoran pun mencapai 10%. Padahal standar mutu yang layak diperdagangkan paling tidak berkadar air 30—35% dan kotoran maksimal 1%. Rendahnya mutu ini terjadi lantaran sebagian besar dari mereka masih melakukan penjemuran di atas pasir tanpa alas sehingga rumput laut yang dihasilkan kotor. Hanya sedikit yang menjemur dengan alas dan para-para bambu. Tambahan lagi, para pedagang/tengkulak juga tidak membeda-bedakan harga rumput laut berdasarkan mutu saat membeli di tingkat petani. Akibatnya tidak ada insentif bagi petani untuk meningkatkan mutu produksinya.

Perkembangan bisnis rumput laut sangat berkorelasi dengan harga di tingkat petani. Kalau saja harga bisa dipertahankan dalam kondisi menguntungkan bagi petani, mudahlah bagi para pelaku industri pengolahan untuk mendapatkan bahan baku. Syaratnya, mereka terlibat dalam kegiatan membina petani agar mampu menghasilkan bahan baku sesuai mutu yang diharapkannya. Jika tak terjun langsung, mereka bisa bersama-sama pemda atau pihak mediator lain misalnya UPT, meningkatkan mutu rumput laut produksi petani sampai siap diperdagangkan di tingkat internasional atau diolah. Kemitraan yang saling menguntungkan antara industri pengolahan besar dengan pemasok dan petani adalah jawaban bagi permasalahan mutu.

Bila permasalahan teknis budidaya dan mutu bisa diatasi, niscaya cita-cita untuk menjadi sentra rumput nasional tidaklah sekadar cita-cita. Dengan penciptaan iklim usaha yang kondusif dari pihak terkait, investor akan menyambar peluang yang ditawarkan di provinsi ini. Pada akhirnya, masyarakat pesisir yang umumnya berpenghasilan rendah akan lebih produktif dan kesejahteraan mereka akan meningkat. Selamat datang investor.

Sumber: bp3kjerowarulotim

Selasa, 13 Desember 2016

NTB Targetkan Produksi Rumput Laut Senilai Rp 2 Triliun


Di Nusa Tenggara Barat (NTB), rumput laut dikembangkan di 10 kawasan di 7 Kabupaten/Kota. Selain di Desa Kertasari yang sudah tersohor berkat produk rumput lautnya yang berkualitas, sebaran budidaya rumput laut juga berada di Labuhan Mapin dan Kecamatan Terano, Kabupaten Sumbawa. Ada juga di Pulau Baji, Kecamatan Kwangko, Kabupaten Dompu dan di Waworada, Kabupaten Bima yang kesemuanya berada di Provinsi NTB.

Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, rumput laut merupakan penyumbang utama produksi perikanan budidaya. Tercatat, pada tahun 2015 produksinya mencapai 918.021 ton rumput laut basah, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 770.374 ton.

Target produksinya sendiri hingga 2018 adalah 1 juta ton, dengan nilai ekonomi mencapai Rp 2 triliun dan serapan tenaga kerja 37.000 orang.

Namun, menurut Syarifudin, petani rumput laut sekaligus Ketua Koperasi Rumput Laut permata Bahari di Pulau Bajo, potensi rumput laut di wilayahnya belum optimal.

“Dari potensi seluas 3.000 hektar, baru ada 110 petani rumput laut dengan areal tanam 400 hektar,” kata Syarifudin.

Syarifudin berujar, sejauh ini pemasaran hasil rumput laut di NTB serta Pulau Baji tidak terkendala, biasanya sudah ada pengepul di masing-masing Desa.

Produk rumput laut kering itu selanjutnya dikirim ke agen-agen industri berbahan baku rumput laut di Pulau Jawad an Sulawesi.

”Saya optimis dengan pangsa pasar yang luas target penjualan Rp 2 triliun di tahun 2018 bisa tercapai,” ucap Syarifudin.

Sumber: jitunews


Sabtu, 10 Desember 2016

Blue Economy Lombok dan Dodol


Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan daerah kombinasi ekosistem daratan dan perairan yang kaya secara ekonomi dan ekologi. Daratan terdiri dari pegunungan, dataran landai, dan pulau-pulau kecil, sedangkan perairannya luar biasa dengan kombinasi perairan sungai-sungai besar, daerah basah, pesisir dan laut.

Jenis sumber daya alamnya juga beragam: sumber daya hayati dan non-hayati dengan keanekaragaman potensi ekonomi dan ekologi yang tinggi. Namun potensi kerusakan alam jugabesar. Peningkatan intensitas kegiatan ekonomi di daratan akan menyebabkan kerusakan sumber daya alam, sedangkan kerusakan alam di daratan akan merusak perairan: sungai, pesisir, dan laut, berupa degradasi lingkungan karena pencemaran dan sedimentasi. Sementara itu intensitas kegiatan di perairan sendiri juga terus mengancam kerusakan lingkungan perairan.

Kerusakan alam di daratan dan perairan akan berbalik mengancam keberlanjutan pembangunan ekonomi. Sementara itu tantangan pembangunan makin kompleks, terutama sebagai akibat kompetisi ekonomi global, perubahan iklim, dan kependudukan. Untuk itu perlu Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan. Salah satu pendekatan yang dapat dikembangkan adalah Konsep Blue Economy.

Kualitas rumput laut Indonesia termasuk yang terbaik di dunia. Karena itu, Republik Rakyat Cina dan Singapura memborong rumput laut Indonesia dengan total kontrak dagang sebesar US$ 58 juta atau senilai Rp 782,71 miliar. Dunia mengakui kualitas rumput laut Indonesia. Dari total ekspor rumput laut dunia, Indonesia mampu menjadi pemasok utama rumput laut dunia dengan pangsa sebesar 26,50 persen dari total US$ 1,09 miliar permintaan dunia,”. (Nus Nuzulia Ishak, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan).

Untuk produk rumput laut kering, permintaan dunia terutama sangat tinggi. Produk tersebut diolah menjadi bahan baku makanan olahan, makanan hewan peliharaan, bahan makanan tambahan, pengendalian pencemaran, dan bahan kecantikan.Hal ini menjadi tantangan bagi pelaku usaha rumput laut untuk mempertahankan dan lebih meningkatkan kualitas budidaya rumput laut Indonesia. Pelaku usaha juga diminta meningkatkan produksi produk rumput laut yang bernilai tambah.
Sekarang rumput laut sudah jadi roh perekonomian masyarakat Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dusun Gerupuk, Desa Sengkol, Kecamatan Pujut berada sekitar 60 kilometer arah selatan Kota Mataram, merupakan bagian dari Kabupaten Lombok Tengah.

Terdapat sembilan kelompok nelayan yang bergelut pada budi daya rumput laut jenis Eucheuma cottoni di Teluk Gerupuk. Setiap kelompok memiliki 10-15 orang anggota nelayan. Setiap anggota kelompok nelayan itu memiliki 1-5 area budi daya rumput laut yang dikenal dengan sebutan "long line" atau area budi daya rumput laut yang ditandai dengan bentangan tali dengan ukuran 50 x 50 meter.

Budi daya rumput laut di kawasan Gerupuk tidak mengenal musim, sepanjang tahun bisa dilakukan. Setahun bisa enam kali panen, atau setiap 1,5 bulan waktu budidaya sudah bisa dipanen. Mei hingga Agustus merupakan waktu yang paling tepat untuk budi daya rumput laut. Bulan lainnya juga dibolehkan namun hasilnya kurang memuaskan terkait cuaca.
Setiap "long line" dapat menghasilkan 2,5 ton rumput laut basah, dan jika dikeringkan menghasilkan 375 kilogram, atau setiap satu kwintal (100 kilogram) rumput laut basah yang dikeringkan akan menjadi 15 kilogram rumput laut kering.

Harga jualnya mencapai Rp1.000/kilogram rumput laut basah, dan Rp5.000/kilogram rumput laut kering, sehingga omset yang dapat diraih dari satu "long line" dapat mencapai Rp15 juta.
Satu anggota kelompok ada yang memiliki hingga lima `long line` sehingga bisa menghasilkan cukup banyak uang untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Para nelayan di teluk Gerupuk Desa Sengkol mulai berkeinginan hendak menyekolahkan anak-anak mereka hingga perguruan tinggi, mereka berharap anak-anak mereka tidak seperti orang tuanya yang hanya mampu bersekolah sampai Sekolah Dasar.

Apalagi, mereka juga menekuni aktivitas rutin yakni menangkap ikan di laut, dan usaha budi daya lobster, yang mampu menghasilkan jutaan rupiah setiap bulan.
Para nelayan di Teluk Gerupuk mengakui, usaha budi daya rumput laut di kawasan itu sudah cukup lama, apalagi telah ada instalasi Balai Budi Daya Laut Lombok, salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Jenis rumput laut jenis Eucheuma cottoni yang dikembangkan di Teluk Gerupuk itu awalnya didatangkan dari Maumere, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 2006. Setelah dibekali pengetahuan teknis, para nelayan di sana mulai menggeluti usaha budi daya rumput laut itu.  Usaha budi daya rumput laut itu makin menggeliat ketika para nelayan mendapat dukungan paket bantuan pengembangan usaha dari Pemerintah Provinsi NTB, berupa tali untuk "long line", dan peralatan lainnya, serta bibit rumput laut.

Bantuan modal usaha bergulir itu nilainya sekitar Rp10 juta per paket, yang diberikan kepada sedikitnya 20 orang nelayan dari berbagai kelompok usaha budi daya, setiap tahun anggaran sejak 2010. Untuk mengembalikan bantuan modal usaha itu, bisa hanya dalam dua kali panen, sehingga empat kali panen berikutnya merupakan keuntungan bagi nelayan yang menggeluti usaha budi daya rumput laut. Para nelayan di Teluk Gerupuk itu mengaku akan lebih giat lagi berusaha demi peningkatan kesejahteraan keluarga, dan capaian hidup yang lebih baik di masa mendatang.

Pengembangan agribisnis rumput laut merupakan salah satu program unggulan yang dirangkai dengan program Bumi Sejuta Sapi (BSS) dan pengembangan agribisnis jagung, yang dikenal dengan sebutan Pijar (sapi, jagung dan rumput laut).
Program Pijar mulai diimplementasikan pada tahun anggaran 2010, yang terus berlanjut hingga 2012, dan diupayakan akan terus berkelanjutan.

Kegiatan prioritas dalam pengembangan rumput laut antara lain pengembangan kawasan minapolitan meskipun terbatas pada komoditas rumput laut. Berbeda dengan daerah lainnya yang baru mencari kawasan pengembangan minapolitan. Pengembangan masyarakat pesisir berbasis rumput laut merupakan tindak lanjut dari program revitalisasi bidang kelautan dan perikanan. Secara nasional pemerintah telah menetapkan revitalisasi bidang kelautan dan perikanan dan komoditas yang dipilih adalah tuna, udang dan rumput laut. Namun rumput laut merupakan komoditas unggulan yang saat ini lebih banyak diandalkan sebagai komoditas ekspor terbesar di bidang perikanan dan kelautan.

Bahkan, rumput laut produk Indonesia menempati urutan pertama eksportir komoditi perikanan dan kelautan di dunia. Selain minapolitan, Lombok Tengah juga tengah mengembangkan program pengembangan bibit rumput laut berkualitas, bantuan sarana untuk pengembangan rumput laut dan penanganan pascapanen, serta progam pendukung lainnya.

Ada 10 sentra minapolitan masing-masing lima lokasi di Pulau Sumbawa dan Lombok, yakni di Pulau Lombok salah satunya di Teluk Gerupuk dengan potensi kurang lebih 200 hektar, namun belum setengah yang diberdayakan. Minapolitan merupakan kerangka berpikir dalam pengembangan agribisnis berbasis perikanan di suatu daerah. Minapolitan adalah wilayah yang berisi sistem agribisnis berbasis perikanan dengan penggeraknya usaha agribisnis.  Keberhasilan pengembangan minapolitan sangat ditentukan ketika memilih pusat-pusat usaha perikanan, lalu diciptakan sistem agribisnis di dalamnya sehingga bisnisnya akan berkembang.

Salah satu produk agribisnis dari minapolitan di Pulau Lombok adalah dodol rumput laut. Dodol rumput laut adalah ikon makanan oleh-oleh dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tekstur dodol kenyal, agak liat di gigi, dan terasa asam manis di lidah. Rasanya bermacam-macam buah dan sayur. Seperti rasa sirsak, semangka, nangka, labu siam, tomat, dan lain-lain. Akan terasa kecut jika kita mencoba rasa sirsak layaknya rasa buah sirsak. Terasa manis apabila yang dicoba rasa nangka. Bahan bakunya dari tepung rumput laut yang dicampur gula dan buah-buahan yang masih segar. Makanan ini mengandung serat dan karbohidrat yang cocok untuk makanan pencuci mulut setelah makan siang.
Kemasannya bermacam-macam mulai dari keranjang bambu, toples mika, dan kotak kertas. Harga dodol dalam kotak kertas mulai Rp 10.000 sampai Rp 15.000 per dus dengan berat sekitar 200 gram. Yang paling unik kemasan dari bahan anyaman bambu yang sudah diatur dalam kemasan beraneka rasa. Sangat cocok untuk oleh-oleh di kantor karena kemasannya unik dan harga per paket antara Rp 75.000 sampai Rp 150.000. Dodol rumput laut ini terbuat dari tepung rumput laut, gula dan essen Kandungan gizi per 100 gramnya adalah : Karbohidrat- 65,93gr, lemak - 0,24gr, Protein--0,15gr, Serat---0,29gr, Vitamin C--5,97mg.

Bahan baku untuk membuat dodol rumput laut, adalah rumput laut jenis Eucheuma cottoni, yang tengah dibudidaya di Teluk Gerupuk, Lombok Tengah. dikarenakan kandungan kappa karagenan-nya. Kappa karagenan mempunyai amilopektin yang lebih besar dibanding Eucheuma spinosum. Eucheuma cottoni mempunyai daya ikat yang lebih kuat. Sehingga rumput laut jenis ini sangat cocok untuk pembuatan dodol Rumput laut.

Kandungan karbohidrat pada rumput laut lah yang memberikan efek lebih yaitu sebagai penstabil berat badan untuk tetap di angka ideal, dus efek bonus lainnya yaitu tubuh nan ramping padat. Meski kandungan karbohidratnya sebagian besar berupa senyawa gumi yaitu polimer polisakarida yang dikenal juga sebagai dietary fiber cukup sulit diserap pencernaan manusia, efek rasa kenyang dari kandungan ini yang mencegah kita mengkonsumsi makanan lain untuk waktu yang cukup lama. Konsistensi pola makan ini dalam jangka panjang tentunya membuat kita terbiasa untuk tidak makan berlebih, yang akhirnya menstabilkan berat badan pada kondisi ideal.

Beberapa kandungan nutrisi lain rumput laut yang juga bermanfaat bagi tubuh: Vitamin K, Kalsium, Zat Besi, Asam Lemak Omega 3 dan yodium. Jenis-jenis nutrisi ini lebih jauh lagi bisa mencegah pengeroposan tulang, pencegahan kanker, mengurangi gejala penyakit hipertensi dan menegaskan lagi ulasan di paragraf sebelumnya, menjaga tubuh awet langsing namun ideal.

Selama ini sebagian besar produksi rumput laut Provinsi NTB dipasarkan dalam bentuk rumput laut kering untuk diperdagangkan antar provinsi ke Bali, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan ke Jakarta untuk selanjutnya di ekspor ke manca negara seperti China, Hongkong, Philippina, Jepang dan Eropa. Hanya sebagian kecil yang telah diolah menjadi olahan seperti manisan, dodol, jelly, sirup, snack, mie dan selai.  Kedepannya di Provinsi NTB khususnya Pulau Lombok diharapkan mampu mengolah rumput laut menjadi produk olahan Alkaline Treated Carrageenan (ATC), Semi Refine Carrageenan (SRC) dan Refine Carrageenan (RC).

Semakin mendunianya beberapa makanan khas Indonesia seperti Gudeg Jogja, Rendang dari Padang, bukan tak mungkin disusul pula oleh makanan olahan rumput laut dari Pulau Lombok ini yaitu Dodol Rumput Laut.
Dodol rumput laut khas Pulau Lombok diharapkan mampu menjadi ikon oleh-oleh khas Pulau Lombok karena merupakan salah satu bentuk usaha dan investasi model Blue Economy yang merupakan salah satu pengembangan wilayah Kawasan Teluk Dan Pesisir --Model Pengelolaan Teluk, Pesisir Dan Daratan Terintegrasi (Blue Economy Zone).

Produk agribisnis dodol rumput laut merupakan salah satu inovasi dan kreaktivitas yang dapat memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat namun tidak merusak lingkungan karena tidak ada sisa limbah dari satu proses menjadi bahan baku dari proses produksi yang lain. Hal ini sangat sesuai dengan prinsip-prinsip dan elemen Blue Economy.

Inovasi Bisnis Dodol Rumput Laut : Pertumbuhan Ekonomi Naik, Pendapatan Dan Kesejahteraan Masyarakat Meningkat, Namun Laut Dan Langit Tetap Biru.

Sumber: novikhairi
Foto: halimah

Kamis, 08 Desember 2016

Menhub Puji Potensi Lombok "Luar Biasa"


Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mendukung upaya pengembangan pariwisata NTB dalam sektor transportasi. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, Lombok merupakan salah satu destinasi bersama Candi Borobudur dan Danau Toba yang dikembangkan pemerintah. “Kita lihat potensi Lombok, memang luar biasa. Banyak culture, handicraft yang luar biasa dan potensi alam yang baik sekali. Ditambah masyarakat yang saya rasa cukup terbuka dengan wisatawan yang datang ke sini,” katanya di Bandara Internasional Lombok, Praya, Lombok Tengah, Ahad (30/10).

Ia menilai, sarana transportasi seperti pelabuhan dan bandara di Lombok sudah cukup baik dalam menopang kemajuan pariwisata Lombok. Mantan Dirut Angkasa Pura II itu menyebutkan, Pelabuhan Lembar, Lombok Barat, sudah cukup baik, namun tetap diperlukan sejumlah pembenahan. “Kita dorong groundbreaking dari Gili Mas sehingga kapasitasnya membesar dan kapasitas dari pelabuhan-pelabuhan yang lebih besar bisa ditampung disana,” ungkapnya.

Budi juga menyoroti adanya pergerakan transportasi yang cukup berlebihan di darat. Berdasarkan informasi dari Pemprov NTB, jumlah pergerakan di darat mencapai 94 persen untuk distribusi logistik antar wilayah di NTB. “Tentu itu tidak sehat, nah bagaimana kita membuat sehat itu, subtitusinya yang paling murah itu adalah laut,” lanjutnya.

Karenanya, Ia mendorong agar sektor laut benar-benar dimanfaatkan untuk mengurangi pergerakan distribusi logistik di darat. Untuk ini, ia meminta, Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono melakukan penelitian bagaimana mengkonversikan distribusi dari darat ke laut di Pulau Lombok.

Sementara untuk Bandara Internasional Lombok (BIL), Ia katakan, sudah cukup bagus dalam mendukung pariwisata dan konektivitas antar pulau di NTB. “Bandara sudah bagus,” pungkasnya.

Sumber: samawarea